Kamis, 22 Maret 2018

Nekat Bahonlangi




Pasti ada pertanyaan, Bahonlangi itu apa? Saya juga awalnya bertanya begitu ke kak Appi (orang yang memperkenalkan bahonlangi kesaya). 
Apa itu Bahonlangi, dimana, dan ada apa saja disana??
Baiklaah, saya jelaskan sedikit. Saya mendengar Bahonlangi semenjak ikut kegiatan Travelling and Teaching 1000 Guru Sulsel di Lappatemmu kab. Barru (saya lebih suka menyebutnya TnT Lappatemmu). Bahonlangi adalah salah satu dusun di desa Bonto Jai, Kab. Bone yang letaknya sangat jauh dari kota. Orang kayak saya menyebutnya pedalaman. Untuk ke Bahonlangi, kita naik kendaraan (bisa naik mobil sewa atau pakek motor) lewat Malino 4,5 jam sampai di tempat pemberhentian motor terakhir. 
Sesudah itu tracking selama 3 jam (kalau warga lokal bisa 2 jam atau bisa juga naik motor warga lokal yang sudah di modif khusus untuk melewati medan ke Bahonlangi). Jangan tanya medannya. Naik turun gunung, lumpur (apalagi pas hujan) hutan belukar, hutan pinus, sawah, perkebunan. Dan yang menarik, tracking ke Bahonlangi dijamin aman. Meski jarang ada orang luar yang kesana, tapi setiap hari selalu saja ada warga yang lewat di jalan. Apalagi kalau mereka tau ada orang-orang kota yang akan mengunjungi Bahonlangi.
Nah, mengapa harus Bahonlangi? Karena akses yang jauh dari kota, Bahonlangi termasuk salah satu daerah yang didiskiriminasi oleh pemerintah setempat. Bagaimana saya tidak menyebutnya begitu, akses kesana tidak pernah dilirik oleh pemerintah kabupaten. Hasil bincang-bincang saya dengan kak Appi (Koordinator 1000 Guru Sulsel) dan warga setempat, Bahonlangi sangat jarang disentuh oleh pemerintah. Mungkin karena jumlah penduduk yang sedikit sehingga tidak mempengaruhi populasi yang ada di kabupaten Bone. Ada 37 KK dengan 120 warga disana. Dari segi pendidikan, disana ada 1 SD (disebut Kelas jauh) 2 ruangan kelas. Ruangan pertama ditempati oleh kelas 1, 2 dan 3, lalu ruangan kedua ditempati kelas 4, 5 dan 6. Gurunya hanya 1 orang, namanya Ibu halipa, mereka menyebutnya Puang Guru. Metode pembelajarannya, ibu Halipa mengajar secara bergantian. Setelah menjelaskan sedikit di satu kelas, lalu diberi tugas untuk diselesaikan. Kemudian ibu Halipa pindah ke kelas yang satu lagi untuk memberikan metode pelajaran yang sama. Untuk detail bagaimana perkembangan pendidikan di Bahonlangi, saya akan membahasnya di tulisan yang berikut, setelah saya berkunjung kesana lagi.
Lalu jangan tanya soal perkembangan ekonomi. Disana ada sawah, kebun kopi, hutan pinus dan masih banyak hasil bumi yang seharusnya bisa dilirik pemerintah sehingga menunjang perbaikan insfrastruktur di Bahonlangi, namun nyatanya TIDAK.
Karena alasan pendidikan yang masih jauh dari kata layak, tim 1000 Guru Sulsel menjadikan Bahonlangi sebagai tempat Satu Bulan Mengabdi di Pedalaman (SBMP) salah satu dari program 1000 Guru. Tapi ternyata satu bulan saja tidak cukup, sehingga mengabdi di Bahonlangi yang dimulai 2016 masih berlanjut hingga sekarang.
Secara singkat Bahonlangi seperti itu. Bagi saya, mengunjungi tempat-tempat seperti Bahonlangi mungkin bisa jadi sesuatu yang spesial.
Kembali ke NEKAT BAHONLANGI. Setelah 2 kali gagal ke Bahonlangi karena masalah kerjaan dan keluarga, akhirnya kali ini Allah merestui. Padahal sempat putus asa, karena tidak ada teman yang mau kesana. Di Bahonlangi sudah ada 2 teman dari 1000 Guru yang lebih dulu kesana (sepertinya saya perlu memperkenalkan mereka kalii yaa). Ada kak Appi (kayak yang saya jelaskan di atas, kak Appi adalah koordinator 1000 Guru Sulsel) dan kak Basir (Tim 1000 Guru Sulsel). Dan saya, volunteer yang baru saja bergabung di 1000 Guru Sulsel. Oh iyah, satu lagi yang harus kalian tahu dari 1000 Guru, semua dipanggil kakak, biar tidak ada sistem senioritas.
Kembali ke fokus cerita, karena beberapa teman banyak yang batal ikut, lalu kak Appi merekomendasikan cara lain, katanya via telepon :
“ kak Tuti, kalo mau ke Bahonlangi, naik mobil sewa ke Tombolo Pao (kota kecamatan yang dilewati kalau ke Bahonlangi), trus nanti ke Bahonlanginya sama Oddo dan Sulastri (anak Bahonlangi yang sekolah di Kota Kecamatan). Kalau misalnya, dari Makassar sendirian  tidak apa-apa, dijamin aman kok”.
Dasar orang gilaak yang tidak bisa di tantang, saya mengIYAkan rekomendasi dari kak Appi. Jadilah saya, sabtu pagi berangkat ke Tombolo pao naik mobil sewa. Tiba di kota kecamatan jam 1 siang, lalu istrahat sebentar. Dan pukul 13.45 saya melanjutkan perjalanan ke Bahonlangi naik motor bareng 2 anak Bahonlangi yang luar biasa. Jangan membayangkan dengan naik motor bisa cepat dan nyaman. Karena setelah masuk ke jalur tracking, Demi Tuhan saya lebih memilih jalan kaki. Tapi tetap dipaksa sama si dua anak luar biasa itu untuk naik motor. Akhirnya saya mengalah tapi dengan syarat, setiap pendakian atau penurunan saya jalan kaki saja. Sumpah, medannya ngeri. Ketemu medan seperti ini bukan hal baru buat saya. Tapi kok,, ngerii yaa.
Sampai tiba diperbatasan dusun, ada warga yang sengaja menjemput karena memang medan ke Bahonlangi (berkali-kali saya bilang) ngerii (hahaha...., terkesan lebai yaah). Dan jadilah saya dibonceng sama si warga itu. Dengan perasaan dumba-dumba gleteer (takut) saya pun melanjutkan perjalanan ke Bahonlangi naik motor. Setiap ada pendakian atau penurunan selalu saya minta turun dari motor. Tapi kata bapak warga yang ternyata kakak dari si empunya rumah yang akan sy tempati nginap, “ jangan mi turun dek, aman ji, pegangan mi saja”. Okeeh, saya pegangan sambil teriak-teriak kalau-kalau motornya tiba terselip tapi tidak jatuh. Atau misalnya pas penurunan motornya jalan dibagian pinggir jalan yang disampingnnya ada jurang. Sumpaah, ini ekstrim (sambil berdoa sebanyak-banyaknya dalam hati).
Tiba di perbatasan kampung, ada sungai kecil. Sy minta diturunkan. Mau bersih-bersih dulu sebelum masuk kampung (biar tetap tampil maksimal, hahah). Air sungainya dingin dan jernih. Jadi pengen mandi.
Trus kata saya, “pak, jangan mi tunggui ka, biar sy jalan kaki saja. Saya mau nikmati perkampungan Bahonlangi”. Tapi tidak boleh sama si bapak, katanya rumahnya masih jauuuuuh. Nanti saya capek. Ah, baiklah saya mengalah. Lalu saya naik motor lagi, baru jalan 2 menit, motornya berhenti. Saya turun, trus kata bapaknya “tibami dek” sambil tertawa. Sumpaah, saya jengkel setengah mati (kok yaa kayak merasa dibohongi sama sibapak).
Padahal kan kalo saya jalan juga ternyata tidak jauh-jauh amat. Kamu harus tau sensasi jalan-jalan diperkampungan seperti Bahonlangi. Ketika mata kita yang biasanya bosan dengan hiruk pikuk keangkuhan urban, ketemu Bahonlangi rasanya ketemu jodoh. Menyejukkan (berlebihaan???? Anggap saja seperti itu). Makanya saya ngotot mau jalan kaki saja.
Di Bahonlangi saya nginap dirumah Puang Anti. Yang ternyata kakak adik dengan rumah yang saya singgahi di Tombolo Pao. Mereka keluarga yang ramah. Cara mereka memperlakukan tamu sangat menyentuh. Saya seperti pulang kerumah.
Hari minggunya, kak Appi mengajak para siswa untuk kembali hadir di sekolah untuk mengikuti kelas Kreatif. Kita belajar menggambar. Sekalian perkenalan dengan kakak Guru yang baru yaitu Akuu (hahahah).
Setelah kelas kreatif saya diajak kak Appi ketemu Puang guru Halipa. Sosok yang menjadi titik tolak pendidikan di Bahonlangi. Kisah luar biasa puang guru Halipa akan saya kisahkan di tulisan tersendiri. Yang pasti, saya bahagia ketemu sama sosok pahlawan yang selama ini ingin sekali saya temui. Dirumah puang Guru, kita masak sama-sama, makan sama-sama, tertawa, ngobrol bahagia. Sungguh kebahagiaan itu sederhana guys.
Sejujurnya saya sulit menggambarkan dusun Bahonlangi. Singkatnya, Bahonlangi bikin ketagihan untuk lagi, lagi kembali berkunjung. Tidak cukup sekali.
Mungkin untuk saya Bahonlangi, warganya, kopinya, sungainya dan semua alamnya menjadi alasan bahwa sesungguhnya banyak hal yang seharusnya saya syukuri setiap saat. Berada diantara orang-orang yang selalu memberikan energi posiitif misalnya.
Dari Bahonlangi saya belajar, kehidupan yang saya keluhkan setiap saat kadang menjadi kehidupan yang orang lain impikan.
Ketika saya selalu mengeluh jauh dari keluarga, saya lupa bahwa sebenarnya disemua tempat adalah keluarga. Kita cukup memperbaiki diri. Kebaikan akan berpihak pada kita. Percayalah...!
Minggu pukul 15.00, saya bersiap pulang ke Makassar. Masih seperti kemarin, rute yang saya lewati adalah tracking sekitar 3 jam untuk warga baru, lalu naik motor atau mobil ke Makassar. Kali ini saya pulang berdua sama kak Basir (Tim 1000 Guru), kak Appi nya belum pulang. Motor yang dipakek dari tempat penitipan motor ke Tombolo Pao cuma satu. Jadi, First Ladies (mengutamakan perempuan itu anggap saja memuliakan Ibu,, iya gak??)
Kembali melewati hutan pinus, jalan becek, lumpur, jauh, tidak bersahabat, tanjakan, penurunan, hujan, kabut, (ududududu,, lama kelamaan saya kok merasa lagi syuting film Putri Dari Negeri Berkabut,, hahaha,, kalo mau tertawa, tertawa saja, jangan ditahan, itu panggilan alam).
Daaaan, ada satu kejadian lucu sewaktu perjalanan pulang. Lagi semangat-semangatnya tracking, tiba-tiba betisku berdarah. Darahnya juga mengerikan. Cek per cek, saya di hisap lintah. Eh, dihisap atau di gigit sih?? Dan sialnya, saya tidak tau sejak kapan lintah itu main-main di betisku. Tiba-tiba saja berdarah dan lintahnya sudah tidak ada. Sungguh perilaku yang sangat tidak sopan. Ijiin napaa? Kan kalo ijin bisa saya kasi ruang buat si lintahnya untuk main. Tanpa harus curi-curi kesempatan. Yee kan. (hahahha,, gilaaak)
Lanjut, setelah jalan kaki selama 2 jam lebih sedikit kita tiba di tempat peniitipan motor. Horeeee,, Milea memecahkan rekor, tracking lebih cepat dari pemula, tanpa istrahat yang super lebai, tanpa ransel di bawain temen, walo masih mengeluh ini itu kalo pas tanjakan.
Dan, terimakasih pandangan pertama Bahonlangi yang sunguh menyentuh. Meski merasa jadi perempuan super yang tiba-tiba punya teleportaasi tingkat tinggi, tetap saya tidak ada apa-apanya dibanding perempuan-perempuan hebat yang ada disana. Dibanding anak-anak Bahonlangi yang senyumnya tulus setiap kali ketemu.
Sungguh,, aku dan kalian yang masih bisa membaca tulisan ini, Bersyukurlah.

Kelas Inspirasi dan 1000 Guru

Kata Tasya Kamila “ Yang terpenting untuk anak muda itu mau berkolaborasi, join komunitas dan bersama-sama mencari solusi untuk permasalahn disekitar kita”
 

Kelas Inspirasi Luwuk Timur



Awalnya gara-gara liat postingan salah satu junior yang emang aktif dikegiatan kelas inspirasi. Lalu saya tertarik mau ikutan. Kali ini kelas inspirasinya di Luwuk Timur. Sumpah, saya tidak tau Luwuk Timur itu dimana (gagal deh, jadi anak yang nilai geografinya tertinggi di kelas pada masanya). Lalu saya chat pribadi.
Namanya Chia. Dia adalah temen organisasi semasa kuliah. Setelah proses chat pribadi, kedengarannya dia senang sekali saya mau ikut. Memang kita sudah agak lama tidak ketemu. Semenjak lulus kuliah dan punya kesibukan masing-masing, hidup kita agak egois. Jangankan ketemu, bertanya kabar saja jarang. Kata dia di Whatsapp “ikut mi kak, aman ji kalo di Luwuk Timur, ada ja”.
Okee, saya meng IYA  kan.
Jadilah saya terdaftar sebagai relawan pengajar di Kelas Inspirasi luwuk Timur. Pelaksanaannya 17 Maret 2017. Untuk ke Luwuk Timur (atau saya sebut Malili saja yah, ibukota Kab. Luwuk Timur) saya menempuh perjalanan 6 jam dari Sidrap (domisili  sekarang). Berangkat jam 12 malam tiba jam stengah 7 pagi, naik Bus Bintang prima. Kebetulan saya sudah janjian sama salah satu relawan fotografer yang juga 1 tim di lokasi KI nanti. Dia start dari makassar, lalu saya dijemput bus yang ditumpangi dan bareng ke Malili. Saya jelas kan sedikit tentang bus nya. Bus yang ditumpangi ke Malili ada banyak. Yang saya tumpangi namanya Bintang prima. Ada juga mega mas. Tarif kesana dari makassar 250K dari Makassar. Karena saya start dari Sidrap, dikenakan biaya 150K. Busnya full AC, ada selimut dan bantal. Kursinya bisa di atur sandarannya direbahkan kebawah jadi posisinya seperti tempat tidur. So, jangan takut tidak nyaman. Cukup pastikan barang-barang berharga aman ketika tidur.
Kembali ke KI Lutim. Tiba di Malili, saya di sambut Chya. Seperti yang dia janjikan. Saya di jemput, lalu kita kerumahnya untuk mandi, sarapan dan siap-siap ikut technical meeting KI.
Disini, saya ketemu sama teman-teman 1 Tim setelah sebelumnya saya kenal via grup Whatsapp. Saya tergabung di tim SDN 256 Dongi, Kec. Nuha Soroako. Di technical meeting kepala sekolanya juga ikut. Ibu kepala sekolah memperkenalkan SDN Dongi secara singkat, jumlah guru, jumlah siswa, kondisi sekolah dan kelas. Lalu kita para relawan dan tim fasilitator mengatur schedule dan gimana tehnis nya pas di hari Inspirasi nanti.
Dan tibalah kita di hari inspirasi. Ketemu anak-anak yang lucu, menggemaskan, jujur, apa adanya. Sistem di kelas inspirasi, kita menginspirasi di 6 kelas, ganti-gantian sama pengajar yang lain. Jadi jumlah pengajar di tim Dongi ada 6 orang. pertama saya menginspirasi di kelas 2. Spechless. Anak-anaknya lucu. Mereka nurut saja ketika saya mengintruksikan nyanyi, tepuk tangan dan kata sapa lainnya. Yang agak ribet, karena mereka jumlahnya agak banyak jadi saya kewalahan mengontrol. Lalu gantian ke kelas , begitu seterusnya sampai kembali ke kelas 3. Materi yang diajarkan tidak sulit. Tugas kita, hanya meyakinkan mereka bahwa pendidikan itu penting. Jangan sampai berhenti bermimpi. Memperkenalkan ke mereka berbagai jenis profesi. Jika selama ini yang mereka kenal hanya Guru, Polisi, Pilot, Dokter, Tentara. Menjelaskan kepada mereka bahwa ini profesi saya. Seorang pegawai perbankan yang tugasnya menghitung uang dan membantu para nasabah menabung. Memang harus dengan kata-kata yang sederhana.
Yang buat saya terharu, ketika mereka begitu antusias memperhatikan saya sedang menjelaskan. Kita main game, menyanyi, seneng-seneng, bahagia. Namanya dunia anak-anak, banyakan mainnya.
Sekolah yang saya datangi, bukan tergolong sekolah terpencil. Berada ditengah-tengah kota kecamatan. Namun antusiasme mereka terhadap pendatang sangat luar biasa. Mulai dari guru-guru hingga siswa.
Saya jadi teringat bapak. Bapak juga adalah seorang guru. Dan saya tau betul bagaimana bapak mengabdikan separuh hidupnya untuk siswa. Saya tau betul bagaimana mantan siswa bapak yang begitu hormat dan sanjung jika ketemu bapak dijalan.
Sepanjang mengisnpirasi SDN Dongi, tidak henti-hentinya saya menitikan airmata. Membayangkan betapa perjuangan seorang guru itu bukan perjuangan yang mudah.
Tidak ada kata-kata yang pas untuk menggambarkan betapa saya terharu menjadi guru sehari di KI Lutim.
Bertemu orang-orang hebat, orang-orang yang peduli terhadap pendidikan.
Singkat cerita tentang lokasi KI, Soroako Keren (saya akan kesana lagi, lagi, lagi).


1000 Guru Sulsel


Tentang 1000 Guru. Tidak sulit untuk tau apa yang dilakukan komunitas ini. Jika kamu Instaholic, coba kepo di akun @1000Guru.
Dan saya akan bercerita sedikit bagaimana saya bisa gabung di 1000 Guru Sulsel.
Sama seperti Kelas Inspirasi, saya juga tau informasinya dari teman kuliah. Liat postingan dia tentang Travelling and Teaching (TnT) di salah satu sekolah pedalaman Sulawesi Selatan. Lalu saya  komen di akun IG dia, “gimana caranya bisa ikut”. Lalu kata dia, ikuti saja update IG 1000 Sulsel, kalau ada perekrutan volunteer, bisa daftar.
Singkat cerita, setelah komen di IG itu, saya lebih fokus sama urusan pekerjaan. Maklum, itu tahun-tahun pertama saya bergelut didunia perbankan dengan seribu satu macam tekanan kerjaannya (sampai lupa mikirin anak orang, Eh!!).
Lalu oktober 2017, ada update an dari akun 1000 Guru Sulsel, akan ada perekrutan volunteer untuk kegiatan TnT spesial sumpah pemuda. Saya tertarik, dan iseng daftar. Kalii ajaa jodoh,, yee kan. (jangan bilang ciyee ciyeee).
Saya pun daftar sebagai volunteer, dengan beberapa tahap pendaftaran. Setelah lulus daftar Online, lanjut FGD, Wawancara dan diterima untuk ikut technical meeting.
(kilas balik dikit boleh? Sama seperti KI, saya juga pernah daftar TnT ternyata, dan tidak ikut Wawancara karena lupa jadwalnya. Sampai akhrinya saya ogah-ogahan dan tidak ikut kegiatan TnT).
Kembali ke TnT Sumpah Pemuda di Lappatemmu, kab. Barru (saya singkat TnT Lappatemmu, biar gampang nyebutnya kalii yaa. Harus setuju!!), setelah ikut wawancara, tahap selanjutnya technical meeting (TM). Again, saya tidak bisa ikut karena jadwal TM bertepatan hari kerja yang tidak bisa saya tinggalkan. Daan, panitia (eh bukan panitia, mereka disebut Tim) iyaa, Tim 1000 Guru Sulsel memaklumi kondisiku yang hanya bisa ikut dikegiatan TnT nya nanti.
Oiya,, saya cerita sedikit (lagi tentang teman di 1000 Guru Sulsel,, sediikiit saja, gak banyak, tapi kalo kelepasan banyaak, yaa maap). Jadi ada Tim 1000 Guru Sulsel yang sudah saya kenal. Namanya Acil (dipanggil kak Nas kalo di Timnya). Nah, si Acil ini dulu temen satu organisasi semasa kuliah. Pers Mahasiswa, itu nama organisasi yang mempertemukan akyuu dan si Acil. Eh, ada Conan juga. Conan bukan tim 1000 Guru, dia volunteer, tapi lumayaan lah kedekatannya sama Tim. Acil, Conan dan Saya (kayak serial cerita anak-anak yaa) tergabung di PersMa DK Makassar yang kebetulan (kebetulan plus kebenaran bangeet, saya jadi sekjend untuk wilayah Makassar). Meski saat itu posisi sekjend saya suka sebutnya kesalahan yang indah (biar romantic, fantastic) tapi saya banyak belajar dari sini. Sering ketemu, diskusi (persoalan rumah tangga Indonesia) sampai kadang kelepasan curhat, makan-makan, saling membully.
Lalu kita lulus, dan sibuk pada kehidupan masing-masing. Ketemu mereka di 1000 Guru semacam dejavu, kalo semasa kuliah kita pernah peduli persoalan negara (hahahha, iyaa gak sih).
Yaah, anggap saja di sini, saya reuni dengan dua kakaak keceeh.
Back to TnT Lappatemmu, hari pemberangkatan tiba. Seperti rencana, saya akan start dari Sidrap dan ketemu mereka di Pangkep. Jadi saya tidak ke Makassar lagi. Lalu kata Acil, nanti saya hubungi salah satu Tim di TnT Lappatemmu karena dia tidak ikut. Yaah, tidak masalah lah.
Dari hasil TM yang dishare di grup Line khusus TnT Lappatemmu saya bisa membayangkan sedikit tentang kegiatan ini. Sedikit beda dengan KI. Jadi saya tergabung di kelas 4 bersama empat orang volunteer yang lain. Prosesnya mengajarnya sedikit, biar terarah. Jadi ada bahan ajar yang nanti akan kita jadikan patokan pada saat mengajar nanti. Karena ini spesial sumpah pemuda jadi bahan ajar yang disiapkan poster dan puzzle yang berhubungan dengan keanekaragaman Indonesia. Tapi tetep kita pengajar diberi ruang jika punya metode pembelajaran yang lain.
Singkat cerita (singkat saja yaah, ini udah folio ke 4, ntar bosan bacanya) setelah proses penjemputan yang dramatis, akhirnya saya ketemu dengan rombongan TnT Lappatemmu. Yeaayy, saya maah anggap ini bonus weekend. Daripada weekend nya mati gaya dikamar kost, atau pulang kekota dan ngabisin duit doang? Iyaa kan.
Lalu, karena akses jalan untuk tiba kelokasi masih dalam perbaikan, mobil (truk Tentara) hanya bisa mengantar sampai dibatas jalanan yang bisa dileawati mobil. Selanjutnya kita tracking. Kata beberapa tim, trackingnya tidak jauh, paling 30 menit, jalannya juga bagus, bukan jalan setapak.
Pukul 02.18 wita, kita tiba dilokasi dan langsung istrahat.
Paginya, kita prepare, sarapan lalu siap2 buat mengajar.
Nah, ini yang bikin spechless. Jika di KI kita ketemu dengan siswa yang sudah melek dunia digital, disini tidak. Pertama kali ikut kegiatan TnT, sungguh bikin nyeseek. Namanya juga sekolah pedalaman. Eh, tapi ini bukan pedalaman ding, semi pedalaman mungkin ya. Untuk kemunikasi dengan siswa, Alhamdulillah, tidak sulit. Mereka semua mengerti bahasa Indonesia. Yang sulit adalah menerapkan bahasa Indonesia yang saya pahami biar mereka mudah mengerti. Sungguh, saya bingung bagaimana bisa menjelaskan kepada mereka bahwa ini loh profesi saya. Sampai akhirnya semua mentok di “saya adalah tukang hitung uang orang banyak” (keren gak?? Hahahah, jangan tertawa).
Jadi disini kita tidak mengajarkan pelajaran seperti biasa, tapi bagaimana meyakinkan mereka bahwa pendidikan itu penting. Mereka harus sekolah, biar bisa melihat Indonesia itu luar biasa. Mereka tidak boleh putus sekolah, karena yang menjadikan kita bermartabat adalah skill dan ilmu pengetahuan. Dan ini tidak mudah. Ada beberapa anak yang antusias, ada juga yang cuma duduk diam dan tidak paham. Berbagai metode pendekatan dilakukan, dan hasilnya si anak yang pendiam ini cuma tertarik sama susu ultra yang dibagikan pada saat apel pagi.
Puas main game, menyanyi-menyanyi, seru-seruan,, kita tiba dipembagian donasi yang dibawa sama kakak-kakak 1000 Guru Sulsel. Dan jangan ditanya ekspresi mereka ketika menerima donasi. Ini yang mengajarkan saya harus banyak-banyak bersyukur.
Proses Teaching selesai. Kegiatan untuk para volunteer masih ada. Tapi saya  tidak perlu jelaskan panjang lebar kali yaah. Singkatnya, untuk mengakrabkan volunteer dan Tim, ada sharing session, proses pengenalan dan kesan selama mengikuti kegiatan. Singkat tapi cukuplah untuk mengenal kakak-kakak yang luar biasa ini.
Karena nama kegiatannya adalah Travelling And Teaching, jadi kegiatan ini tetap ada travellingnya. Dan kali ini kita mau travelling di air terjun apaa gitu, lupa namanya. Tapi karena baru selesai hujan, jalan kesana tidak mendukung. Jadi lokasi travelling diganti ke sungai (yang sayang juga tidak tau namanya,,, sumpah payaah bangeet gue, apa-apa gak tau nama). Travellingnya cuma sebentar, tapi hangat dan berkesan. (kudu bilang terimakasih ini kayaknya).
Sampe sini saja kalii yah ceritanya, ini udah folio ke 6. Semoga kamu gak bosan baca.

(Dari Saya Ketagihan ikut Travelling and Teaching)