Guratan Senja...
Tulisan ini tercipta karena
guratan senja. Disana, ada banyak kapal-kapal
yang setia dengan aktivitasnya. Ada banyak muda mudi yang juga setia
dengan pubernitas. Ada pengamen,
pengasong yang hilir mudik di depanku, sekedar untuk menyambung hidup. Tempat
ini belum begitu sempurna, namun cukup indah bagiku. Tampilan nya jujur dan tidak kaku.
Aku pernah membayangkan berada
disuasana kota dunia. New York, Roma, Oslo, atau Dubai mungkin. Ada banyak
kesempurnaan di sana. Aku memahami
kehidupan yang penuh dengan ketidak pedulian. Mungkin itu suasana yang tepat
untuk pribadi cuek sepertiku.
Kadang ada hal-hal kecil yang
terlupakan. Tentang pemandangan laut lepas, langit senja yang selalu di
agung-agungkan para pemujanya (mungkin termasuk aku), hingga pandanganku
terusik dengan sosok wanita tua itu.
Wanita renta (kemungkinan dia berusia 60
tahun) yang di bahunya di tenteng sebuah tas yang sudah lusuh, sibuk
merapikan gundukan batu sebagai batas
parker kendaraan. Dan dia seorang tukang parkir rupanya. Akh, sekejam itukah
kehidupan, hingga wanita ini harus menjalani aktivitas bak seorang lelaki.
Dulu, tempat ini dijuluki kantin
terpanjang di dunia. Mungkin karena di sepanjang jalan ini di penuhi para penjual makanan khas
daerah.
Ada banyak kejujuran disini.
Senja yang kelihatan tinggal separoh nya saja, bangunan-bangunan mewah yang
kelihatan sangat angkuh. Bak penari erotis,
dan aku sangat-sangat tidak tertarik.
Mungkin aku bisa lebih angkuh
dari bangunan mewah itu. Aku bisa lebih kasar
dari perkiraan mu. Tapi bagiku itu munafik. Meski, terlihat sempurna,
menjadi orang lain itu sangat-sangat tidak membanggakan. Aku memang terlahir
menjadi seorang wanita yang sedikit (hanya sedikit) kasar, tapi aku bukan wanita yang tega menyakiti.
Cukup dengan menginjak kaki
sendiri, itu sudah sangat menamparku,
bahwa menyakiti orang lain itu bukan suatu kebanggaan.
Di sini, ada banyak tanya yang
belum terjawab. Ada banyak resah yang belum terurai. Biarkan semuanya menumpuk hingga
menggunung. Tentang jawab yang belum terurai,
itu bukan kekhawatiran. Karena aku memang sudah tidak peduli. Bukan tidak di
sengaja, hanya saja ini terlalu rumit bagiku. Aku cukup menciptaan nelangsa.
Sudah begitu saja.
hanya kamu yang tahu
BalasHapus