Ini
hari kedua Dian ikut progresif. Progresif adalah kegiatan yang di adakan
Fakultas MIPA Unhas dalam rangka menyambut mahasiswa baru. Yah, mirip-mirip
OSPEK sih. Entah bagaimana aturan mainnya, kegiatan ini di adakan di penghujung semester
I.
Sedikit
tentang hari pertama, saya pulang kantor pukul 17.00. Tiba di rumah pukul
17.23, Dian belum pulang. Sebenarnya
kampusnya di liburkan hingga 3 hari karena demo mahasiswa yang berujung anarkis
dg aparat. Tapi kata dian :
“
saya harus kekampus hari ini karena ada pra progresif” (Saya baru ingat, seminggu sebelumnya, saya menanda tangani surat izin pelaksanaan Progresif sebagai Wali
mahasiswa).
Seperti
biasa, tiap sore saya wajib tau
keberadaan Dian di kampus. (Sudah selesai
kuliah atau belum, sudah naik angkot atau belum, sudah sampai di jalan mana
sekarang). Sore itu sy telpon Dian, Telpon ku tidak di angkat (kegiatannya
belum selesai mungkin, pikirku). Saya menunggu, jam dinding di rumah sudah
menunjukan 18.49 Dian belum ada kabar. Saya telpon lagi, masih belum di angkat
juga.
Pukul
19.16, pesan singkat dari Dian mendarat dengan manis di ponselku,
“Kak,
masih di kantor? kemudian sy telpon
balik. Dian menjawab dengan nada buru-buru. Katanya banyak sekali perlengkapan
yang harus di bawa.
Setibanya
di rumah, saya bergegas kilat mencari semua perlengkapan kegiatan progresif. Pukul
01.46 kelengkapan rampung. Saya dan Dian harus tidur, karena 2 jam berikutnya
sy harus kembali bangun untuk nganter Dian ke kampus.
Di
hari kedua, seperti biasa pukul 04.06 sy sdh siap anterin Dian ke kampus. Ada kejadian
mengejutkan di perjalanan. Pas saya dan Dian melintas di Panaikang, depan Jl.
Haji Kalla ada 4 orang anak muda yang tiba-tiba turun dari motor dan berlari ke
arah satu pemuda, lalu mengeroyok pemuda itu.
“astaghfirullah” spontan sy teriak, sayang sekali jalanan masih
sangat sepi. Si korban yang masih di gebukin, pasrah. Tidak ada yang membantu. Saya
sempat menoleh beberapa detik, masih sempat liat salah satu dari pelaku
memukulkan helm ke badan korban. Kenakalan anak muda.
Setibanya
di kampus, Dian buru-buru turun dari motor. Saya pamit pulang. Sumpah, masih
ngantuk banget. Saya bergegas memacu motor
dengan kecepatan maksimal semampu saya mengendalikan motor.
Udara
masih sangat dingin, jalan masih sepi, hanya terlihat beberapa muslim yang
keluar dari mesjid. Hembusan angin yang terdengar kali ini agak aneh, semacam kasar. Apa asalnya dari motor matic
ku? Ah, mungkin karena himpitan jilbab dan helm. Tapi makin lama makin kasar,
makin keras dan duaaarrr!! Mesin motorku mati seketika.
Saya
menepi, memeriksa kondisi ban, mungkin saja bocor, ternyata ban nya baik-baik
saja. Motor saya started kembali, masih
bunyi, pas tarik gas malah gag mau jalan.
Tali gasnya yang putus yaa? (saya putar otak) klo tali gas nya yang
putus, tidak bisa di gas dong, ini bisa di gas, hanya saja tidak mau jalan. Nasib jadi anak gadis yang buta dunia mesin
dan otomotif. Otak ku bekerja cepat, ada apa ini?
Saya
melihat sekeliling, jarak dari tempat itu kerumah sudah dekat. Haruskah motor
saya dorong kerumah? Tapi kalau sy dorong kerumah, siapa yang bisa benerin. Saya
menelaah lokasi naas tempat sy berdiri. Ternyata di depan ada 4 bengkel
berjejer, tapi jam segini kan belum buka.
Saya menghampiri bapak-bapak yang masih lengkap dengan sarung dan kopiahnya, sepertinya
dia baru keluar dari masjid (menurutku “ah, bapak-bapak ini pasti orang baik,
secara dia baru keluar dari mesjid, bisa di percaya lah”). Sy menanyakan bengkel
terdekat, katanya ada, tapi harus
menyebrang kesebelah. Trus si bapak
tanya :
“motornya
kenapa?
“gag
tau ini pak, tidak mau jalan, padahal bensinnya full, bisa di gas juga” jawabku
Si
bapak memeriksa kondisi motor, “ini ada
yang putus di dalam dek,”
(saya
tepok jidat. Selama memiliki motor sendiri, kerusakan paling fatal yang pernah
di alami adalah accu motor rusak. Ini malah ada sesuatu yang putus, aduuuhh,,
apa yang putus yaa? Udah pengen nangis. Bayangin, jam 04.29, jalanan masih sepi, tahan ngantuk,
gag bawa hape, gag bawa uang, gag tau soal motor-motoran *taunya naek motor
doang. Yaa Tuhaan, dosa apa ini)
Saya
memutar otak kembali, gimana caranya biar motorku bisa menyebrang ke jalanan
sebelah. Aduuh, gimana caranya melewati
trotoar pembatas jalan? Si bapak, kemudian membantu. Motorku di dorong
hingga ke jalan sebelah, trus di parkir di halaman salah satu bengkel yang
berjejer. Sy titip pesan ke bapaknya, kalau yang punya bengkel sudah buka, nanti
bilang saja yg punya motor nanti balik ke sini secepatnya.
Kemudian
Saya cari taksi, dan pulang untuk memejamkan mata barang sejam. Tapi sama saja,
mata sudah sulit terpejam, dalam hati berkecamuk, apa kabar motorku? Yang rusak
apanya ya?
Sekitar
jam 08.00 sy kembali ke bengkel tempat peraduan motor matic tercinta parkir
dengan manisnya. Teknisi di bengkelnya
sudah ada, katanya
“ini
yang putus tali Fan beltnya dek”
“apa
pak? Tali bampel”
“iya,
tapi bengkel disini tidak jual, coba di bengkel sebelah”
Saya
ke bengkel sebelah, tanya-tanya “jual tali bampel gag”? ternyata gag ada yang
jual. Saran dari si teknisi, motorku di dorong kerumah saja dulu, nanti besok
di bawa ke bengkel resmi (karena hari itu hari minggu, jadi bengkel resmi gag ada yang buka). Sumpah. Ini kiamat
sugra. Gag menyerah sampai disitu, “pak, saya titip motor sebentar lagi ya, saya
mau panggil adek dulu untuk dorong motor” kataku pada si teknisi. Dan di jawab
dengan anggukan mellow.
Saya telpon si adek junior, dia siap membantu. Pas lagi ngobrol soal motorku
yang rusak, sy kaget dengar kata-kata si adek “kak thutti, nanti kita beli tali fan belt saja di luar, trus minta tolong orang di bengkel tempat motor di titip untuk dipasangin”
Saya
melotot, “apaah? fan belt? Bukannya bampel?
Adek
juniorku tertawa terbahak-bahak sambil mengejek “kak thuti, tali fan belt, bukan bampel”
Ampuuun,
mukaku merah merona kayak udang rebus. Sakitnya
tuuh di sini, #nunjukotak sambil gigit2 mainan kunci# Malu luar biasa. Masalahnya, dari semua bengkel yang saya masuki, pertanyaan nya
sama “JUAL TALI BAMPEL GAG?? Astagaaa, pantas saja waktu saya tanya, semua pemilik bengkel semacam bingung,
terus bilang gag ada. SIALAN!
Ah,
ini gara-gara si teknisi nih, saya kan tadi masih sempat tanya juga, “apa? Tali
bampel???
Haduuhh,
saya yang dongo, atau si teknisi yang gag dengar. Ampuunn Tuhaan.......
Singkat
cerita, tali banpel cetar membahana badaipun ketemu di salah satu bengkel. Si teknisi
bekerja, dan motorku sehat kembali.
Pelajaran
hari ini, jangan menyepelehkan pengetahuan meskipun itu bukan bidang mu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar