Sudah
pernah dengar kalimat ‘sehat itu mahal’ bukan? Nah karena kalimat ini,
pemerintah menelorkan banyak program-program yang memudahkan pembiayaan
kesehatan. Dulu ada Jamkesmas, Jamkesda, JKN, Askes dan sekarang ada BPJS. Ada juga
yang lagi nge-hits, klo di jakarta namanya KJS dan untuk nasional namanya KIS
yang merupakan program pemerintahan yang baru. Kalo BPJS biaya nya di potong di
gaji untuk PNS dan bayar sekian rupiah untuk BPJS mandiri, sedangkan KJS atau
KIS itu gratis tis tis. KIS dan KJS ini di peruntukan bagi rakyat yag
benar-benar tidak mampu.
Mungkin
kita perlu memberikan apresiasi dari program-program pemerintah dari zaman
presiden pertama sampai presiden ke tujuh ini. Tapi yang harus kita ingat bahwa
kebijakan setiap rumah sakit tidak di atur oleh pemerintah. Atau dengan arti
lain, pemerintah boleh memudahkan proses pembiayaan kesehatan, tapi setiap
rumah sakit memiliki hak fungsi dan kontrol yang bebas memberlakukan tipe
pasien yang akan di layani. Terlebih lagi rumah sakit swasta.
Akan
ada sistem yang membedakan antara pasien kelas umum, asuransi komersil dan
asuransi dengan biaya pemerintah. Untuk kelas umum, bisa jadi akan di layani
lebih cepat. Pertimbangannya begini, untuk pasien tanpa biaya pemerintah sudah
tentu mereka akan memakai dana pribadi. Dengan asumsi bahwa, berapapun
bayarannya si sakit harus sehat. Dan sudah pasti akan menjadi prioritas utama. Ini
juga bisa terjadi untuk asuransi komersil.
Lalu,
bagaimana dengan sistem pembiayaan pemerintah yang mudah dan gratis itu.
Sedikit curhat,
Karena
infeksi ulkus kornea yang di derita adik sepupu, hingga dia harus di rujuk ke salah
satu RS swasta yang bertaraf internasional di kota makassar. Adik sepupuku pasien
BPJS. Di RS ini, manajemen pelayanan
pasien BPJS kurang baik (menurutku). Rumah sakit hanya melayani 200
pasien BPJS per hari. Pasien BPJS harus
mengambil nomor antrian yang di sediakan oleh pihak rumah sakit. Nomor antrian di
bagikan setiap jam 07.30. Di sinilah terjadi perebutan nomor antrian oleh
pasien. Pagi itu, sy tiba di rumah sakit pukul 09.15 dan langsung ke loket pasien
BPJS untuk registrasi, kata si mbak nya :
“silahkan ke security ya, untuk mengambil
nomor antrian”.
Sy
bergegas ke security, kata security nya “nomor antriannya habis mbak, datang
besok lagi ya”
Waah.
Gilaa. Baru jam segini loh.
Saya
tanya ke orang-orang yang ada di situ. Informasi yang saya dapat, bahwa kita
harus mengantri lebih pagi untuk mendapatkan nomor antrian.
Besoknya, sy tiba di rumah sakit jam 06.20. Sudah
banyak orang rupanya. Tapi tidak tampak orang-orang mengantri. Ternyata setiap yang
datang harus bertanya ke pasien yang datang lebih awal bahwa dia org keberapa
yang datang. Setelah mendapatkan nomor lisan, artinya kita sudah punya nomor
antrian. Tapi itu sebelum antrian dari pihak rumah sakit di bagikan. Jadi nomor
lisan itu gunanya biar orang yang datang belakangan gag bisa serobot ke depan. Tapi
begini juga, siapa yang bisa jamin kalo si A nomor 1. Secara kita kan belum punya
nomor antrian resmi. Bisa jadi si nomor
1 ada 2 atau 3 orang, karna masing-masing bisa saja mengaku saya sebagai nomor
1. Ini kekhawatiran yang tiba-tiba
timbul ketika sy berada di antara kerumunan antrian.
Dan
kekhawatiranku pun terjadi, ketika bapak-bapak dan ibu-ibu lagi berdebat soal
siapa nomor 1, 2 dst, tiba-tiba ada satu bapak menyerobot di depan terus bilang,
”yang
bisa kasi bukti bahwa dia nomor 1, silahkan mengantri paling depan”
Semua
diam. Trus ada satu ibu bilang kayak gini,
“kita
tidak bisa kasih bukti secara tertulis pak, tapi orang-orang yang datang disini
sudah saling mengetahui siapa yang datang lebih dulu siapa yg datang
belakangan, setiap yang datang harus bertanya kepada yang sudah datang lebih
dulu bahwa dia nomor berapa”
“tapi
tidak ada bukti tertulisnya kan? Lanjut si bapak lagi sambil berdiri paling
depan.
Perdebatan
panjang pun terjadi. Masing-masing mau duluan. Masing-masing berebut. Pihak rumah sakitpun kesulitan untuk melerai.
Saya
berdiri di belakang kerumunan dan bertanya dalam hati, “ini yang salah sistem
rumah sakit atau PASIEN?
*kamu tau definisi pasien kan? lalu bagaimana jika pasien lambat di tangani?
Sembari kita memikirkan solusi, bagaimana kalo kita bayar umum saja. #newproblem
Tidak ada komentar:
Posting Komentar