Entahlah, beberapa malam terakhir
ada 2 kata yang begitu mengganggu hati dan pikiran. Ya, Orang ketiga. Orang ketiga
yang dimaksud bukanlah urutan satu, dua, tiga dan seterusnya. Namun orang baru
yang tiba-tiba hadir dalam sebuah hubungan. Entah itu hubungan teman,
percintaan atau dalam dunia pekerjaan. Dan catatan kecil ini tertuju pada
hubungan pribadi.
Dalam kamus percintaan, Insan yang
datangnya tidak diundang ini akan mendatangkan pertengkaran, kecurangan dan
kemunafikan. Hal klise yang kadang hadir adalah adanya orang lain dalam hubungan
pribadi yang sangat personal. Kejadian yang paling sering ada di film,
sinetron, drama dan kehidupan sehari-hari. Ini bukan hanya adegan film, adanya
orang lain dalam suatu hubungan untuk orang yang sabar akan menganggapnya
sebagai bentuk cobaan.
Tulisan ini mungkin akan sedikit
memojokan orang ketiga. Tentu saja. Setiap orang tidak pernah menginginkan
adanya orang lain dalam kehidupan pribadinya. Tidak ada satupun yang
menginginkan hubungannya berujung kemunafikan.
Menjadi korban orang ketiga atau
menjadi pelaku orang ketiga mungkin pernah di alami dua-duanya. Karna bukan
tanpa sebab, segala sesuatu tentu ada sisi positif dan negatifnya.
Sebagai korban, tentu saja ini akan
menjadi momok yang sangat menyakitkan. Bagaimana tidak, keharmonisan suatu hubungan
dan kebahagian akan lenyap seketika. Hubungan akan rusak. Dan mungkin untuk
memperbaiki kembali tentu akan sangat sulit.
Ketika masing-masing pihak kekeuh
dengan alasan dan pembenarannya, ini akan menjadi klimaks. Yang satu
membenarkan diri dengan rasa nyaman, yang satu membenarkan diri dengan
disakiti, yang satunya lagi malah tak tahu diri dengan hadirnya yang merusak. Masing-masing
punya alasan, masing-masing punya pembenaran. Lalu keuntungan apa yang
didapatkan?
Ketika tujuan hidup hanyalah sebuah
kata Nyaman, mungkin akan banyak pembenaran sikap untuk mendapatkan kata
nyaman. Akan banyak pengorbanan dan yang dikorbankan untuk sebuah kenyamanan. Ibarat
kata kerennya “ akan menghalalkan segala cara” yaah, kira-kira begitu.
Menjadi korban dalam posisi ini
memang sangat menyakitkan. Tidak ada kata-kata bijak untuk posisi ini. Dalam segala
situasi, akan terus terjerembab jauh. Karena dalam keadaan ini tidak ada
persidangan dosa. Hitung-hitungan kesalahan bukan senjata ampuh untuk
mendapatkan ketenangan hati. Kembali pada tujuan yang sebenarnya,
mempertahankan atau pergi.
Jika kita harus intropeksi diri,
masuknya orang lain dalam suatu hubungan tentu ada sebab akibatnya. Mungkin saja
ada ketidakcocokan, atau ada perasaan kurang nyaman, atau karena dipaksa.
Kita mulai dari ketidakcocokan. Sifat
manusia berbeda-beda. Tidak akan ada titik temu jika kita harus menemukan kata
sama dalam sifat milyaran hati dan otak di dunia ini. Saling memahami dan
berbesar hati adalah salah satu solusi untuk menemukan kata nyaman. Ketika salah
satu tidak mau salah, mungkin kita harus mengiyakan. Akan ada masanya dia akan
menyadari bahwa apa yang dilakukan itu salah.
Kemudian perasaan kurang nyaman. Sama
seperti tidak cocok. Kata nyaman tidak akan pernah ada jika masing-masing
membenarkan sikapnya. Sayalah yang benar, sayalah yang seharusnya dimengerti. Coba
dipikir apakah dalam suatu hubungan hanya sepihak yang memiliki hati, dan pihak
lain memiliki hanya memiliki otak?
Lalu dipaksa. Yang ini ironis. Ketika
hanya salah satu pihak yang menginginkan dan pihak lain tidak bisa berbuat
apa-apa karena salah satu hal. Yang ini namanya BODOH. Yap, Bodoh. Bagaimana bisa
kehidupan kita dikendalikan oleh orang lain? Bagaimana bisa kita tidak bisa
menciptakan banyak pilihan untuk kebahagiaan pribadi? Bagaimana bisa hidup ini
harus di lewati dengan hal-hal bodoh?
Jika ini persoalan nyaman dan
bahagia, tidak seharusnya mengorbankan orang lain, tidak seharusnya menyudutkan
orang lain untuk kebahagiaan pribadi.
**no coment.
Lalu sebagai pelaku? Apakah ada pembenaran.
Ya. Hukum alam tetap berlaku. Tetap ada sisi positif dan negatifnya. Kembali lagi
rasa nyaman itu datang bukan tanpa sebab. Ibarat ikan, takan muncul jika tak di
pancing. Siapa yang paling kuat, rasa nyamankah atau rasa bersalah? Ibarat sedang
berjalan, liat papan nama bertuliskan nama lokasi tapi masih bertanya. Itu kan
mubazir.
Ironisnya, ada pelaku membenarkan
diri, ngotot, membabi buta dan menyalahkan orang lain. Yang kayak begini
benar-benar tidak tahu diri. Logikanya, siapa atau apa yang sebenarnya ingin
dimenangkan? Jika hanya persoalan rasa cinta, uang dan kedudukan apakah yakin
kalau itu bisa membawa kebaikan.
Bahagiakah menjadi orang ketiga? Yap.
Kehidupan terus berjalan. Persoalan bahagia
berasal dari apa yang kita rasa. Abaikan kata-kata miring tentang orang ketiga.
Nikmati apa yang sudah didapat. Kalau kata anak-anak suek “ masa bodoh, yang
penting saya bahagia”. Hati-hati, ada
yang namanya kebahagiaan sesaat. Ada hukum alam, ada hukum karma. Roda terus
berputar. Apa yang anda tanam maka itu pula yang akan anda tuai. (*yg ini mah
ngetiknya dari hati).
Karena solusi tidak semudah meminta maaf dan memaafkan.
Karena solusi tidak semudah meminta maaf dan memaafkan.
So, coba tempatkan dirimu sebagai
korban. What do yo do if it happens to you? What do you do if you see someone
like that?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar